Breaking News

Jumat, 25 Agustus 2017

PPH Pasal 21

PPh Pasal 21 merupakan cara pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Pemotongan PPh Pasal 21 antara lain dilakukan oleh:


  • pemberi kerja, termasuk cabang, perwakilan, atau unit yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran penghasilan, •  bendahara pemerintah, 
  • dana pensiun yang membayarkan uang pensiun, dan 
  • penyelenggara kegiatan.


Pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 dibedakan menurut penerima penghasilannya antara lain:

  1. pegawai, 
  2. pensiunan, 
  3. peserta kegiatan, dan 
  4. bukan pegawai. 


Berikut beberapa pengertian terkait pemotongan PPh Pasal 21: 
Pegawai dibedakan menjadi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah  tertentu secara teratur.

Pegawai tidak tetap disebut juga tenaga kerja lepas, adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.

Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. 

Imbalan bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 


Formula Rumus Menghitung PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap
Formula Menghitung PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap


Pengurang penghasilan bruto bagi Pegawai Tetap terdiri dari:
  • biaya jabatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 sebulan atau Rp6.000.000,00 setahun;
  • iuran dana pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.

Besarnya PTKP per tahun adalah:
  • Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  • Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 
  • Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Tarif Pasal 17 UU PPh Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi


Formula menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan:
Formula menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang dibayar bulanan

PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan secara harian atau mingguan atau borongan atau satuan.

Sebelum menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang upahnya dibayarkan secara harian/ mingguan/ borongan/satuan, maka perlu diperhatikan jumlah upah harian, atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari, yaitu:

  • upah mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; 
  • upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; 
  • upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan;
  • upah harian kurang dari Rp200.000,00 atau penghasilan dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong;
  • upah harian lebih dari Rp200.000,00 tetapi jumlah kumulatif yang diterima dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,00;

Formula menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang upah harian lebih dari Rp200000 tetapi jumlah kumulatif yang diterima dalam bulan kalender

  • Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp2.025.000,00 tapi tidak lebih dari Rp7.000.000,00;
Formula menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang upah harian lebih dari Rp200000 tetapi jumlah kumulatif yang diterima dalam bulan kalender lebih dari 2025000


  • Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp7.000.000,00

Formula PPh Pasal 21 bagi karyawan tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara harian dengan bruto sebulan lebih dari Rp.7.000.000,00



PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala 
Cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pensiun, dibagi berdasarkan cara pembayarannya, yaitu penerimaan uang pensiun secara sekaligus dan penerimaan secara berkala. 

Cara menghitung PPh Pasal 21 bagi uang pensiun yang dibayarkan secara berkala adalah:

  1. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember; 
  2. penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada angka 1 ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;
  3. untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada angka 2 tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut;
  4. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; 
  5. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1.


PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan

PPh Pasal 21 bagi peserta kegiatan 
= Penghasilan bruto x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
PPh Pasal 21 Bagi Bukan Pegawai
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
  • menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan;
  • menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan;
  • menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain.

Yang termasuk Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan Pegawai antara lain pengacara, arsitek, dokter, notaris, akuntan, aktuaris, konsultan, olahragawan, pengajar, peneliti, penceramah, penyanyi, bintang film, petugas dinas luar asuransi, dan lain-lain.

Pelaporan atas pemotongan PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pemberi kerja baik di lokasi kantor pusat maupun kantor cabang, perwakilan, atau unit lain sepanjang terdapat administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain.

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai  yang menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan
  • Yang dimaksud imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan merupakan imbalan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak orang pribadi Bukan Pegawai hanya satu kali dalam 1 (satu) tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan dan jasa.
  • Dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan, Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Penghasilan Bruto dengan tidak memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
  • PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat Tidak berkesinambungan:
PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat Tidak berkesinambungan


Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai  yang menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan 
  • PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (Tarif Pajak) atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. 
  • Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan sebagaimana ditunjukkan dalam tabel di bawah ini 
Formula Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai  yang menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai  yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain 
  • Bagi Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan Pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan dan berasal bukan hanya dari 1 (satu) pemberi penghasilan, dasar pengenaan pajaknya tidak memperhitungkan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebulan. Hak PTKP dapat diperhitungkan oleh Wajib Pajak pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
  • Salah satu contoh Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan Pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan dan memperoleh penghasilan lain adalah dokter yang bekerja di 2 (dua) atau lebih rumah sakit dalam tahun kalender yang sama.
  • Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan sebagaimana ditunjukkan dalam table di bawah ini:
Formula Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai  yang menerima atau memperoleh penghasilan bersifat berkesinambungan dan memiliki penghasilan lain
Catatan:
Besarnya tarif sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) huruf (a) UU PPh yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh  Pasal 21 yang bersifat final.
Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dianggap dibayarkan sekaligus jika sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. 
Uang Pesangon
Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang diterima secara sekaligus:
Formula menghitung PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang diterima secara sekaligus
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus 
Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus:
Formula menghitu PPh Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus
Dalam hal terdapat bagian penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan. PPh  Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
Dalam pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21, kantor perwakilan negara asing dan  organisasi-organisasi internasional tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21, sehingga Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja pada kantor perwakilan negara asing atau organisasi internasional tersebut wajib menghitung, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima dari pemberi kerja tersebut melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh Orang Pribadi.
Berikut skema penghitungan dasar pengenaan PPh Pasal 21:
Formula menghitung PPh Pasal 21  dengan 12 Skema Penghitungan Dasar
Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 adalah:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.11/2012;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012;
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Designed By Published.. Blogger Templates