Breaking News

Senin, 28 Agustus 2017

PPH Pasal 22





 
PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat mewah.

Berikut tabel daftar pemungut dan objek PPh Pasal 22 : 
Tabel Daftar Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan kepala Kantor Pelayanan Pajak.

Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang diberikan dengan Surat Keterangan Bebas, yaitu:

  • impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh;
  • emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.


Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:

  • impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan/atau Pajak Pertamahan Nilai;
  • impor sementara jika saat impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.


Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) yaitu:

  • pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  • pembelian barang oleh BUMN tertentu yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;NJELASAN UMUM
  • pembelian oleh Bendahara Pemerintah dan BUMN tertentu untuk BBM, listrik, bahan bakar gas, air minum/PDAM, bendabenda pos;
  • pembelian barang dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS);
  • pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari:


  1. kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
  2. kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;


  • pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi:
  • impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  • penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.


Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22: 
Skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22
Catatan:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka besarnya pemungutan PPh Pasal 22 lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.

Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2013;
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2013.

 

Contoh Pemotongan Pajak Penghasilan Oleh Pedagang Pengumpul

SOAL: Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang Pengumpul PT Rubber Jaya yang bergerak dalam bidang ekportir karet, melakukan transaksi sebagai berikut:
tanggal 8 Februari 2013 membeli bahan olah karet dari PT Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olah karet hasil perkebunan sendiri senilai Rp600.000.000,00; dan
tanggal 18 Februari 2013 membeli bahan olah karet dari Tuan Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet dari petani karet di sekitar daerahnya, senilai Rp100.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan dan menjual hasil-hasil tersebut kepada badan usaha industri dan/atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
PT Rubber Jaya melakukan pemungutan PPh Pasal 22 hanya atas transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan Nusantara tidak termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.
PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Rubber Jaya adalah:
0,25% x Rp100.000.000,00 = Rp250.000,00
Kewajiban PT Rubber Jaya :
  1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp250.000,00 pada saat pembelian yaitu tanggal 18 Februari 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
  2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2013 paling lambat tanggal 11 Maret 2013;
  3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Februari 2013 paling lambat tanggal 20 Maret 2013. 

 

Contoh Pemungutan PPh Impor

SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional pada bulan Juni 2013 melakukan impor peralatan simulasi penerbangan pesawat terbarunya untuk keperluan para pilotnya. Nilai impor (termasuk Bea Masuk dan pungutan pabean lainnya) peralatan simulasi tersebut sebesar Rp1.200.000.000,00. PT Aviasi Tetuko telah memiliki Angka Pengenal Impor (API).
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Setiap impor dikenai pemungutan PPh Pasal 22, namun terdapat 19 kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 karena dibebaskan atas pengenaan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 untuk 19 kelompok barang tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas dari Direktorat Jenderal Pajak.
Peralatan simulasi penerbangan yang diimpor oleh PT Aviasi Tetuko tidak termasuk dalam 19 kelompok barang yang atas impornya dibebaskan dari pungutan PPh Pasal 22 impor sehingga PT Aviasi Tetuko dikenai pemungutan PPh Pasal 22 impor.
PPh Pasal 22 impor disetor sendiri oleh PT Aviasi Tetuko sebesar 2,5% dari nilai impor yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah Bea Masuk dan pungutan pabean lainnya.
               
Dengan demikian, PPh Pasal 22 yang wajib disetor oleh PT Aviasi Tetuko adalah:
2,5% x Rp1.200.000.000,00 = Rp30.000.000,00.
Kewajiban PT Aviasi Tetuko:
  1. menyetor PPh Pasal 22 sebesar Rp30.000.000,00 bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk;
  2. SSP/SSPCP penyetoran PPh Pasal 22 impor tersebut berfungsi sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor bagi PT Aviasi Tetuko.
 

Contoh Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor

SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. PT Aviasi Tetuko melakukan impor pesawat terbang terbaru yang akan digunakan sendiri untuk melayani pengangkutan penumpang rute domestik.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?

JAWAB:
Pesawat udara yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.  Dengan demikian atas impor pesawat yang akan digunakan oleh PT Aviasi Tetuko tidak dipungut PPh Pasal 22.

Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dari Direktorat Jenderal Pajak, teknis pelaksanaan ketentuan pengecualian dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 


Catatan:
Walaupun PT Aviasi Tetuko perusahaan angkutan udara niaga nasional dan "mengimpor" pesawat terbang tetapi jika pesawat terbang yang diimpor tersebut melalui mekanisme operating lease maka tetap wajib bayar PPh. Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2013 menyebut bahwa pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah impor barang yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai. Barang yang diimpor merupakan milik pengimpor. 


Contoh PPh Pasal 22 Atas Barang Bawaan Penumpang

SOAL: Bulan Juli 2013, Tuan Bram Kembara kembali ke Indonesia setelah selama satu bulan berada di Korea dalam rangka tugas dari perusahaan. Saat pulang ke Indonesia, Tuan Bram membawa sebuah jam tangan senilai US$ 200 yang dibeli di Korea.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan, termasuk dalam kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Ketentuan ini dikaitkan dengan ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang tersebut. Ketentuan pengecualian ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Berdasarkan ketentuan kepabeanan, sejak 1 Januari 2011 batas nilai barang bawaan penumpang yang tidak dikenakan bea masuk adalah US $250. Karena barang bawaan Tuan Bram Kembara dari Korea masih berada di bawah batas nilai pembebasan bea masuk, maka atas impor tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22 impor.


Catatan:
Pemungutan PPh Pasal 22 mengikuti Bea Masuk. Dalam hal Bea Masuk tidak kenakan maka PPh Pasal 22 pun tidak dipungut.
 

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas

SOAL: PT Petro Industri, bergerak dalam bidang perdagangan umum berupa penjualan bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas, sejak tahun 2009 resmi menjadi penyalur BBM non SPBU Pertamina. 

Selama bulan Juli 2013 melakukan transaksi sebagai berikut: 
  • tanggal 4 Juli 2013 membeli BBM Pertamina senilai Rp300.000.000,00. (Surat Perintah Pengeluaran Barang atau delivery order tanggal 4 Juli 2013);
  • tanggal 5 Juli 2013 mengimpor BBM senilai Rp200.000.000,00;
  • tanggal 11 Juli 2013 menjual BBM yang dibeli dari Pertamina kepada PT Fosil Fuel senilai Rp60.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013);
  • tanggal 12 Juli 2013 menjual BBM yang berasal dari impor sendiri kepada PT Daya Motor, perusahaan otomotif, senilai Rp25.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013).

Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Produsen atau importir BBM, bahan bakar gas, dan pelumas sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, bahan bakar gas, dan pelumas. Apabila penjualan dilakukan kepada agen/penyalur maka pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat final sedangkan apabila penjualan dilakukan kepada selain agen/penyalur maka pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final.
PT Petro Industri tidak memungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Fosil Fuel karena dalam transaksi ini PT Petro Industri bukan bertindak sebagai produsen atau importir BBM yang dijual.
Sebaliknya, PT Petro Industri pada saat membeli BBM dari Pertamina dipungut PPh Pasal 22 oleh Pertamina sebesar Rp900.000,00 (0,3% x Rp300.000.000,00). PPh Pasal 22 tersebut bersifat final karena PT Petro Industri adalah penyalur.
PPh Pasal 22 dipungut oleh Pertamina menggunakan bukti pemungutan pada tanggal 4 Juli 2013 yaitu pada saat penerbitan delivery order (DO).
PT Petro Industri sebagai importir BBM memungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Daya Motor sebesar:
0,3% x Rp25.000.000,00 = Rp75.000,00
Kewajiban oleh PT Petro Industri dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan BBM adalah:
  1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp75.000,00 pada saat penerbitan delivery order  yaitu tanggal 12 Juli 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
  2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan BBM selama bulan Juli 2013 paling lambat 12 Agustus 2013;
  3. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20 Agustus 2013. 

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Semen

SOAL: PT Semen Lekat Kuat merupakan industri semen dengan merek dagang “Semen Kuat” yang mulai beroperasi melakukan penjualan sejak tanggal 16 Oktober 2013. PT Semen Edar Indonesia merupakan distributor penjualan semen produksi PT Semen Lekat Kuat untuk wilayah Kalimantan. Pada tanggal 21 Oktober 2013 PT Semen Lekat Kuat menjual semen kepada PT Semen Edar Indonesia sebesar Rp2.400.000.000,00 tidak termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas penjualan semen oleh PT Semen Lekat Kuat tersebut?
JAWAB:
Industri semen ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan semen kepada distributor di dalam negeri dengan tarif sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan PPN.
Berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pemungutan PPh Pasal 22, terhitung sejak tanggal 24 Februari 2013 penunjukan pemungut PPh Pasal 22 dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keputusan dari Kepala KPP tempat Wajib Pajak pemungut terdaftar. Dengan demikian atas penjualan semen dari PT Semen Lekat Kuat kepada PT Semen Edar Indonesia wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh PT Semen Lekat Kuat adalah:
0,25% x Rp2.400.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Kewajiban PT Semen Lekat Kuat sebagai pemungut PPh Pasal 22 adalah:
  1. melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan semen sebesar Rp6.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Semen Edar Indonesia;
  2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 11 November 2013;
  3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Oktober 2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
 

Contoh Pemungutan Atas Pembelian Barang oleh BUMN tertentu

SOAL: PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. melakukan pembelian perangkat komputer kepada PT Computa Technologies pada tanggal 13 November 2013 dengan nilai Rp660.000.000,00  termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi tersebut?

JAWAB:
BUMN yang bergerak dalam bidang-bidang tertentu ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya dengan tarif sebesar 1,5% dari pembelian tidak termasuk PPN. Pembelian yang dipungut PPh Pasal 22 adalah pembelian dengan nilai di atas Rp10.000.000,00.
PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. merupakan salah satu BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya.
Dengan demikian atas pembelian perangkat komputer dari PT Computa Technologies wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. adalah:
1,5% x (100/110 x Rp660.000.000,00) 
= Rp9.000.000,00
Kewajiban PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. sebagai pemungut PPh Pasal 22 adalah:
  1. melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian perangkat komputer sebesar Rp9.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Computa Technologies;
  2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 10 Desember 2013;
  3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak November 2013 paling lambat tanggal 20 Desember 2013.

 

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Apartemen Sangat Mewah

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Apartemen Sangat Mewah
SOAL: PT Ageng Padajaya adalah perusahaan pengembang properti. Pada tanggal 23 Mei 2013 PT Ageng Padajaya menjual satu unit apartemen senilai Rp10.500.000.000,00 (tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah) kepada Tuan Nafis.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
               
JAWAB:
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah antara lain apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi), wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

PT Ageng Padajaya memungut PPh Pasal 22 atas penjualan apartemen tersebut sebesar:
5% x Rp10.500.000.000,00 = Rp525.000.000,00.
Kewajiban PT Ageng Padajaya dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
  1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp525.000.000,00 pada saat penjualan yaitu tanggal 23 Mei 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
  2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan apartemen sangat mewah selama bulan Mei 2013 paling lambat 10 Juni 2013;
  3. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak  Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
 

 

 

 

 

 

 
 

 

 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Designed By Published.. Blogger Templates