PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun
berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan
impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD
dan non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat mewah.
Berikut tabel daftar pemungut dan objek PPh Pasal 22 :
Berikut tabel daftar pemungut dan objek PPh Pasal 22 :
Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang diberikan dengan Surat Keterangan Bebas, yaitu:
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) yaitu:
Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22:
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang diberikan dengan Surat Keterangan Bebas, yaitu:
- impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh;
- emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:
- impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan/atau Pajak Pertamahan Nilai;
- impor sementara jika saat impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) yaitu:
- pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
- pembelian barang oleh BUMN tertentu yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;NJELASAN UMUM
- pembelian oleh Bendahara Pemerintah dan BUMN tertentu untuk BBM, listrik, bahan bakar gas, air minum/PDAM, bendabenda pos;
- pembelian barang dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS);
- pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari:
- kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
- kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;
- pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi:
- impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.
Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22:
Catatan:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka besarnya pemungutan PPh Pasal 22 lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka besarnya pemungutan PPh Pasal 22 lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2013;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2013.
Contoh Pemotongan Pajak Penghasilan Oleh Pedagang Pengumpul
SOAL: Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang
Pengumpul PT Rubber Jaya yang bergerak dalam
bidang ekportir karet, melakukan transaksi sebagai berikut:
tanggal 8 Februari 2013 membeli
bahan olah karet dari PT Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olah karet
hasil perkebunan sendiri senilai Rp600.000.000,00; dan
tanggal 18 Februari 2013 membeli
bahan olah karet dari Tuan Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet
dari petani karet di sekitar daerahnya, senilai Rp100.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau
pemungutan terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Badan usaha industri atau eksportir
yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul adalah badan atau
orang pribadi yang kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan dan menjual hasil-hasil tersebut kepada
badan usaha industri dan/atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
PT Rubber Jaya melakukan pemungutan
PPh Pasal 22 hanya atas transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan
Nusantara tidak termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.
PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Rubber Jaya adalah:
0,25% x Rp100.000.000,00 = Rp250.000,00
Kewajiban PT Rubber Jaya :
- memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp250.000,00 pada saat pembelian yaitu tanggal 18 Februari 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
- menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2013 paling lambat tanggal 11 Maret 2013;
- melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Februari 2013 paling lambat tanggal 20 Maret 2013.
Contoh Pemungutan PPh Impor
SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional pada bulan Juni 2013 melakukan impor peralatan simulasi
penerbangan pesawat terbarunya untuk keperluan para pilotnya. Nilai impor
(termasuk Bea Masuk dan pungutan pabean lainnya) peralatan simulasi tersebut
sebesar Rp1.200.000.000,00. PT Aviasi Tetuko telah memiliki Angka Pengenal
Impor (API).
Bagaimana
kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Setiap impor dikenai pemungutan PPh
Pasal 22, namun terdapat 19 kelompok barang yang atas impornya dikecualikan
dari pemungutan PPh Pasal 22 karena dibebaskan atas pengenaan Bea Masuk
dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 untuk 19
kelompok barang tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan
Bebas dari Direktorat Jenderal Pajak.
Peralatan simulasi penerbangan yang
diimpor oleh PT Aviasi Tetuko tidak termasuk dalam 19 kelompok barang yang atas
impornya dibebaskan dari pungutan PPh Pasal 22 impor sehingga PT Aviasi Tetuko
dikenai pemungutan PPh Pasal 22 impor.
PPh Pasal 22 impor disetor sendiri
oleh PT Aviasi Tetuko sebesar 2,5% dari nilai impor yaitu nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah Bea Masuk dan pungutan pabean
lainnya.
Dengan demikian, PPh Pasal 22 yang wajib disetor oleh PT
Aviasi Tetuko adalah:
2,5% x Rp1.200.000.000,00 = Rp30.000.000,00.
Kewajiban PT Aviasi Tetuko:
- menyetor PPh Pasal 22 sebesar Rp30.000.000,00 bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk;
- SSP/SSPCP penyetoran PPh Pasal 22 impor tersebut berfungsi sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor bagi PT Aviasi Tetuko.
Contoh Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor
SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. PT Aviasi Tetuko melakukan impor pesawat terbang
terbaru yang akan digunakan sendiri untuk melayani pengangkutan penumpang rute
domestik.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau
pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Pesawat udara yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22. Dengan demikian atas impor pesawat yang akan
digunakan oleh PT Aviasi Tetuko tidak dipungut PPh Pasal 22.
Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22
tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dari Direktorat Jenderal Pajak, teknis
pelaksanaan ketentuan pengecualian dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Catatan:
Walaupun
PT Aviasi Tetuko perusahaan angkutan udara niaga nasional dan
"mengimpor" pesawat terbang tetapi jika pesawat terbang yang diimpor
tersebut melalui mekanisme operating lease maka tetap wajib bayar PPh. Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2013 menyebut bahwa pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah impor barang yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai. Barang yang diimpor merupakan milik pengimpor.
Contoh PPh Pasal 22 Atas Barang Bawaan Penumpang
SOAL: Bulan
Juli 2013, Tuan Bram Kembara kembali ke Indonesia setelah selama satu bulan
berada di Korea dalam rangka tugas dari perusahaan. Saat pulang ke Indonesia,
Tuan Bram membawa sebuah jam tangan senilai US$ 200 yang dibeli di Korea.
Bagaimana kewajiban
pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Barang pribadi penumpang, awak
sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan, termasuk dalam
kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Ketentuan ini dikaitkan dengan
ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang tersebut. Ketentuan
pengecualian ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berdasarkan ketentuan kepabeanan,
sejak 1 Januari 2011 batas nilai barang bawaan penumpang yang tidak dikenakan
bea masuk adalah US $250. Karena barang bawaan Tuan Bram Kembara dari Korea
masih berada di bawah batas nilai pembebasan bea masuk, maka atas impor
tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22 impor.
Catatan:
Pemungutan PPh Pasal 22 mengikuti Bea Masuk. Dalam hal Bea Masuk tidak kenakan maka PPh Pasal 22 pun tidak dipungut.
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas
SOAL: PT
Petro Industri, bergerak dalam bidang perdagangan umum berupa penjualan bahan
bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas, sejak tahun 2009 resmi menjadi penyalur
BBM non SPBU Pertamina.
Selama bulan Juli 2013 melakukan transaksi sebagai
berikut:
- tanggal 4 Juli 2013 membeli BBM Pertamina senilai Rp300.000.000,00. (Surat Perintah Pengeluaran Barang atau delivery order tanggal 4 Juli 2013);
- tanggal 5 Juli 2013 mengimpor BBM senilai Rp200.000.000,00;
- tanggal 11 Juli 2013 menjual BBM yang dibeli dari Pertamina kepada PT Fosil Fuel senilai Rp60.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013);
- tanggal 12 Juli 2013 menjual BBM yang berasal dari impor sendiri kepada PT Daya Motor, perusahaan otomotif, senilai Rp25.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013).
Bagaimana
kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Produsen atau importir BBM, bahan
bakar gas, dan pelumas sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, bahan
bakar gas, dan pelumas. Apabila penjualan dilakukan kepada agen/penyalur maka
pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat final sedangkan apabila penjualan
dilakukan kepada selain agen/penyalur maka pemungutan PPh Pasal 22 bersifat
tidak final.
PT Petro Industri tidak memungut PPh
Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Fosil Fuel karena dalam transaksi ini PT
Petro Industri bukan bertindak sebagai produsen atau importir BBM yang dijual.
Sebaliknya, PT Petro Industri pada
saat membeli BBM dari Pertamina dipungut PPh Pasal 22 oleh Pertamina sebesar
Rp900.000,00 (0,3% x Rp300.000.000,00). PPh Pasal 22 tersebut bersifat final
karena PT Petro Industri adalah penyalur.
PPh Pasal 22 dipungut oleh Pertamina
menggunakan bukti pemungutan pada tanggal 4 Juli 2013 yaitu pada saat penerbitan delivery order (DO).
PT Petro Industri sebagai importir
BBM memungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Daya Motor sebesar:
0,3% x Rp25.000.000,00 = Rp75.000,00
Kewajiban oleh PT Petro Industri
dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan BBM adalah:
- memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp75.000,00 pada saat penerbitan delivery order yaitu tanggal 12 Juli 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
- menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan BBM selama bulan Juli 2013 paling lambat 12 Agustus 2013;
- melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20 Agustus 2013.
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Semen
SOAL: PT
Semen Lekat Kuat merupakan industri semen dengan merek dagang “Semen Kuat” yang
mulai beroperasi melakukan penjualan sejak tanggal 16 Oktober 2013. PT Semen
Edar Indonesia merupakan distributor penjualan semen produksi PT Semen Lekat
Kuat untuk wilayah Kalimantan. Pada tanggal 21 Oktober 2013 PT Semen Lekat Kuat
menjual semen kepada PT Semen Edar Indonesia sebesar Rp2.400.000.000,00 tidak
termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas
penjualan semen oleh PT Semen Lekat Kuat tersebut?
JAWAB:
Industri semen ditunjuk sebagai
pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan semen kepada distributor di dalam negeri
dengan tarif sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan PPN.
Berdasarkan ketentuan yang mengatur
mengenai pemungutan PPh Pasal 22, terhitung sejak tanggal 24 Februari 2013
penunjukan pemungut PPh Pasal 22 dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keputusan dari Kepala KPP tempat
Wajib Pajak pemungut terdaftar. Dengan demikian atas penjualan semen dari PT
Semen Lekat Kuat kepada PT Semen Edar Indonesia wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib
dipungut oleh PT Semen Lekat Kuat adalah:
0,25% x Rp2.400.000.000,00 =
Rp6.000.000,00
Kewajiban PT Semen Lekat Kuat sebagai pemungut PPh Pasal 22
adalah:
- melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan semen sebesar Rp6.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Semen Edar Indonesia;
- melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 11 November 2013;
- melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Oktober 2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
Contoh Pemungutan Atas Pembelian Barang oleh BUMN tertentu
SOAL: PT
Garuda Indonesia (Persero), Tbk. melakukan pembelian perangkat komputer kepada
PT Computa Technologies pada tanggal 13 November 2013 dengan nilai
Rp660.000.000,00 termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi tersebut?
JAWAB:
BUMN yang bergerak dalam
bidang-bidang tertentu ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian
barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya dengan tarif sebesar 1,5% dari
pembelian tidak termasuk PPN. Pembelian yang dipungut PPh Pasal 22 adalah
pembelian dengan nilai di atas Rp10.000.000,00.
PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
merupakan salah satu BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas
pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya.
Dengan demikian atas pembelian
perangkat komputer dari PT Computa Technologies wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib
dipungut oleh PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. adalah:
1,5% x (100/110 x Rp660.000.000,00)
= Rp9.000.000,00
Kewajiban PT Garuda Indonesia
(Persero), Tbk. sebagai pemungut PPh Pasal 22 adalah:
- melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian perangkat komputer sebesar Rp9.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Computa Technologies;
- melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 10 Desember 2013;
- melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak November 2013 paling lambat tanggal 20 Desember 2013.
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Apartemen Sangat Mewah
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan
Apartemen Sangat Mewah
SOAL: PT
Ageng Padajaya adalah perusahaan pengembang properti. Pada tanggal 23 Mei 2013
PT Ageng Padajaya menjual satu unit apartemen senilai Rp10.500.000.000,00
(tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
kepada Tuan Nafis.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
JAWAB:
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah antara lain apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual
atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih
dari 400m2 (empat ratus meter persegi), wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 5%
dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
PT Ageng Padajaya memungut PPh Pasal
22 atas penjualan apartemen tersebut sebesar:
5% x Rp10.500.000.000,00 =
Rp525.000.000,00.
Kewajiban PT Ageng Padajaya dalam melakukan pemungutan PPh
Pasal 22 adalah:
- memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp525.000.000,00 pada saat penjualan yaitu tanggal 23 Mei 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
- menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan apartemen sangat mewah selama bulan Mei 2013 paling lambat 10 Juni 2013;
- melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar