Berbagi Ilmu Pajak
Hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam kalbu yang dapat memberikan manfaat kepada orang banyak dan menerima jasa perpajakan No. HP 0813-8708-0220
Breaking News
Minggu, 07 Juni 2020
Senin, 01 Juni 2020
Senin, 03 Juni 2019
Selasa, 26 Februari 2019
Rabu, 06 Februari 2019
Selasa, 05 September 2017
PPH Pasal 23
PPh Pasal 23 merupakan cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui
pemotongan pajak antara lain atas penghasilan berupa dividen, royalti,
jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa-jasa lainnya.
Objek PPh Pasal 23 adalah penghasilan dari dividen, bunga, royalti, hadiah, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jenis jasa lainnya.
Pemotongan PPh Pasal 23 dikenakan dari jumlah bruto, dengan tarif sebagai berikut:
Objek PPh Pasal 23 adalah penghasilan dari dividen, bunga, royalti, hadiah, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jenis jasa lainnya.
Pemotongan PPh Pasal 23 dikenakan dari jumlah bruto, dengan tarif sebagai berikut:
No
|
Jenis
Penghasilan
|
Tarif
|
1
|
Dividen
|
15 %
|
2
|
Bunga, termasuk premium, diskonto,
dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
|
|
3
|
Royalti
|
|
4
|
Hadiah, penghargaan, bonus selain
yang telah dipotong PPh
Pasal 21
|
|
5
|
Sewa dan penghasilan sehubungan
dengan penggunaan
Harta
|
2%
|
6
|
Jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan
|
2%
|
8
|
Jasa penilai (appraisal)
|
2%
|
9
|
Jasa akuntansi, pembukuan, dan
atestasi laporan
Keuangan
|
|
10
|
Jasa perancang (design)
|
|
11
|
Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT)
|
|
12
|
Jasa penunjang di bidang
penambangan migas
|
|
13
|
Jasa penambangan dan jasa
penunjang di bidang penambangan selain migas
|
|
14
|
Jasa penunjang di bidang
penerbangan dan bandar udara
|
|
15
|
Jasa penebangan hutan
|
|
16
|
Jasa pengolahan limbah
|
|
17
|
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
|
|
18
|
Jasa perantara dan/atau keagenan
|
|
19
|
Jasa di bidang perdagangan
surat-surat berharga,
kecuali yang dilakukan oleh Bursa
Efek, KSEI dan
KPEI
|
|
20
|
Jasa
kustodian/penyimpanan/penitipan,kecuali
yang dilakukan oleh KSEI
|
|
21
|
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
|
|
22
|
Jasa mixing film
|
|
23
|
Jasa
sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaika
|
|
24
|
Jasa
instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV
kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai
izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
|
|
25
|
Jasa
Perawatan/perbaikan/ pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, TV kabel, alat transportasi/ kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi
|
|
26
|
Jasa maklon
|
|
27
|
Jasa penyelidikan dan keamanan
|
|
28
|
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
|
|
29
|
Jasa pengepakan
|
|
30
|
Jasa penyediaan tempat dan/atau
waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
|
|
31
|
Jasa pembasmian hama
|
|
32
|
Jasa kebersihan atau cleaning service
|
|
33
|
Jasa katering atau tata boga
|
Dasar pengenaan pajak PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto. Yang dimaksud
dengan jumlah bruto imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya (nomor 6 s.d. 33) adalah
seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, tidak termasuk:
- pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
- pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
- pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
- pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
Ketentuan jumlah bruto diatas tidak berlaku:
- atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering; atau
- dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jenis jasa yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Pembayaran imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lainnya yang dikecualikan dari jumlah bruto harus
dapat dibuktikan dengan:
- kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sehubungan dengan penghasilan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
- pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material sehubungan dengan penghasilan pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
- faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sehubungan dengan penghasilan pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
- faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
Catatan:
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih
tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Wajib Pajak badan wajib melakukan pemotongan dan penyetoran Pajak
Penghasilan atas dividen serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan
diadministrasikan.
Jenis Penghasilan yang dikecualikan pemotongan PPh Pasal 23:
- penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
- sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
- penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan (PMK. 251/PMK.03/2008);
- dividen yang diterima perseroran terbatas sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
- Dividen berasal dari cadangan laba ditahan, dan
- Bagi perseroan terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor;
- dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
- sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
- bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 33/PJ/2009;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/ 2009;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/ 2010;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012.
Senin, 28 Agustus 2017
PPH Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun
berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan
impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD
dan non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat mewah.
Berikut tabel daftar pemungut dan objek PPh Pasal 22 :
Berikut tabel daftar pemungut dan objek PPh Pasal 22 :
Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang diberikan dengan Surat Keterangan Bebas, yaitu:
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) yaitu:
Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22:
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang diberikan dengan Surat Keterangan Bebas, yaitu:
- impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh;
- emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:
- impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan/atau Pajak Pertamahan Nilai;
- impor sementara jika saat impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) yaitu:
- pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
- pembelian barang oleh BUMN tertentu yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;NJELASAN UMUM
- pembelian oleh Bendahara Pemerintah dan BUMN tertentu untuk BBM, listrik, bahan bakar gas, air minum/PDAM, bendabenda pos;
- pembelian barang dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS);
- pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari:
- kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
- kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;
- pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi:
- impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.
Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22:
Catatan:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka besarnya pemungutan PPh Pasal 22 lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka besarnya pemungutan PPh Pasal 22 lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2013;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2013.
Contoh Pemotongan Pajak Penghasilan Oleh Pedagang Pengumpul
SOAL: Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang
Pengumpul PT Rubber Jaya yang bergerak dalam
bidang ekportir karet, melakukan transaksi sebagai berikut:
tanggal 8 Februari 2013 membeli
bahan olah karet dari PT Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olah karet
hasil perkebunan sendiri senilai Rp600.000.000,00; dan
tanggal 18 Februari 2013 membeli
bahan olah karet dari Tuan Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet
dari petani karet di sekitar daerahnya, senilai Rp100.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau
pemungutan terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Badan usaha industri atau eksportir
yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul adalah badan atau
orang pribadi yang kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan dan menjual hasil-hasil tersebut kepada
badan usaha industri dan/atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
PT Rubber Jaya melakukan pemungutan
PPh Pasal 22 hanya atas transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan
Nusantara tidak termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.
PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Rubber Jaya adalah:
0,25% x Rp100.000.000,00 = Rp250.000,00
Kewajiban PT Rubber Jaya :
- memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp250.000,00 pada saat pembelian yaitu tanggal 18 Februari 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
- menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2013 paling lambat tanggal 11 Maret 2013;
- melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Februari 2013 paling lambat tanggal 20 Maret 2013.
Contoh Pemungutan PPh Impor
SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional pada bulan Juni 2013 melakukan impor peralatan simulasi
penerbangan pesawat terbarunya untuk keperluan para pilotnya. Nilai impor
(termasuk Bea Masuk dan pungutan pabean lainnya) peralatan simulasi tersebut
sebesar Rp1.200.000.000,00. PT Aviasi Tetuko telah memiliki Angka Pengenal
Impor (API).
Bagaimana
kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Setiap impor dikenai pemungutan PPh
Pasal 22, namun terdapat 19 kelompok barang yang atas impornya dikecualikan
dari pemungutan PPh Pasal 22 karena dibebaskan atas pengenaan Bea Masuk
dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 untuk 19
kelompok barang tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan
Bebas dari Direktorat Jenderal Pajak.
Peralatan simulasi penerbangan yang
diimpor oleh PT Aviasi Tetuko tidak termasuk dalam 19 kelompok barang yang atas
impornya dibebaskan dari pungutan PPh Pasal 22 impor sehingga PT Aviasi Tetuko
dikenai pemungutan PPh Pasal 22 impor.
PPh Pasal 22 impor disetor sendiri
oleh PT Aviasi Tetuko sebesar 2,5% dari nilai impor yaitu nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah Bea Masuk dan pungutan pabean
lainnya.
Dengan demikian, PPh Pasal 22 yang wajib disetor oleh PT
Aviasi Tetuko adalah:
2,5% x Rp1.200.000.000,00 = Rp30.000.000,00.
Kewajiban PT Aviasi Tetuko:
- menyetor PPh Pasal 22 sebesar Rp30.000.000,00 bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk;
- SSP/SSPCP penyetoran PPh Pasal 22 impor tersebut berfungsi sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor bagi PT Aviasi Tetuko.
Contoh Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor
SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. PT Aviasi Tetuko melakukan impor pesawat terbang
terbaru yang akan digunakan sendiri untuk melayani pengangkutan penumpang rute
domestik.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau
pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Pesawat udara yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22. Dengan demikian atas impor pesawat yang akan
digunakan oleh PT Aviasi Tetuko tidak dipungut PPh Pasal 22.
Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22
tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dari Direktorat Jenderal Pajak, teknis
pelaksanaan ketentuan pengecualian dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Catatan:
Walaupun
PT Aviasi Tetuko perusahaan angkutan udara niaga nasional dan
"mengimpor" pesawat terbang tetapi jika pesawat terbang yang diimpor
tersebut melalui mekanisme operating lease maka tetap wajib bayar PPh. Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2013 menyebut bahwa pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah impor barang yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai. Barang yang diimpor merupakan milik pengimpor.
Contoh PPh Pasal 22 Atas Barang Bawaan Penumpang
SOAL: Bulan
Juli 2013, Tuan Bram Kembara kembali ke Indonesia setelah selama satu bulan
berada di Korea dalam rangka tugas dari perusahaan. Saat pulang ke Indonesia,
Tuan Bram membawa sebuah jam tangan senilai US$ 200 yang dibeli di Korea.
Bagaimana kewajiban
pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Barang pribadi penumpang, awak
sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan, termasuk dalam
kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Ketentuan ini dikaitkan dengan
ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang tersebut. Ketentuan
pengecualian ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berdasarkan ketentuan kepabeanan,
sejak 1 Januari 2011 batas nilai barang bawaan penumpang yang tidak dikenakan
bea masuk adalah US $250. Karena barang bawaan Tuan Bram Kembara dari Korea
masih berada di bawah batas nilai pembebasan bea masuk, maka atas impor
tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22 impor.
Catatan:
Pemungutan PPh Pasal 22 mengikuti Bea Masuk. Dalam hal Bea Masuk tidak kenakan maka PPh Pasal 22 pun tidak dipungut.
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas
SOAL: PT
Petro Industri, bergerak dalam bidang perdagangan umum berupa penjualan bahan
bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas, sejak tahun 2009 resmi menjadi penyalur
BBM non SPBU Pertamina.
Selama bulan Juli 2013 melakukan transaksi sebagai
berikut:
- tanggal 4 Juli 2013 membeli BBM Pertamina senilai Rp300.000.000,00. (Surat Perintah Pengeluaran Barang atau delivery order tanggal 4 Juli 2013);
- tanggal 5 Juli 2013 mengimpor BBM senilai Rp200.000.000,00;
- tanggal 11 Juli 2013 menjual BBM yang dibeli dari Pertamina kepada PT Fosil Fuel senilai Rp60.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013);
- tanggal 12 Juli 2013 menjual BBM yang berasal dari impor sendiri kepada PT Daya Motor, perusahaan otomotif, senilai Rp25.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013).
Bagaimana
kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Produsen atau importir BBM, bahan
bakar gas, dan pelumas sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, bahan
bakar gas, dan pelumas. Apabila penjualan dilakukan kepada agen/penyalur maka
pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat final sedangkan apabila penjualan
dilakukan kepada selain agen/penyalur maka pemungutan PPh Pasal 22 bersifat
tidak final.
PT Petro Industri tidak memungut PPh
Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Fosil Fuel karena dalam transaksi ini PT
Petro Industri bukan bertindak sebagai produsen atau importir BBM yang dijual.
Sebaliknya, PT Petro Industri pada
saat membeli BBM dari Pertamina dipungut PPh Pasal 22 oleh Pertamina sebesar
Rp900.000,00 (0,3% x Rp300.000.000,00). PPh Pasal 22 tersebut bersifat final
karena PT Petro Industri adalah penyalur.
PPh Pasal 22 dipungut oleh Pertamina
menggunakan bukti pemungutan pada tanggal 4 Juli 2013 yaitu pada saat penerbitan delivery order (DO).
PT Petro Industri sebagai importir
BBM memungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Daya Motor sebesar:
0,3% x Rp25.000.000,00 = Rp75.000,00
Kewajiban oleh PT Petro Industri
dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan BBM adalah:
- memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp75.000,00 pada saat penerbitan delivery order yaitu tanggal 12 Juli 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
- menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan BBM selama bulan Juli 2013 paling lambat 12 Agustus 2013;
- melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20 Agustus 2013.
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Semen
SOAL: PT
Semen Lekat Kuat merupakan industri semen dengan merek dagang “Semen Kuat” yang
mulai beroperasi melakukan penjualan sejak tanggal 16 Oktober 2013. PT Semen
Edar Indonesia merupakan distributor penjualan semen produksi PT Semen Lekat
Kuat untuk wilayah Kalimantan. Pada tanggal 21 Oktober 2013 PT Semen Lekat Kuat
menjual semen kepada PT Semen Edar Indonesia sebesar Rp2.400.000.000,00 tidak
termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas
penjualan semen oleh PT Semen Lekat Kuat tersebut?
JAWAB:
Industri semen ditunjuk sebagai
pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan semen kepada distributor di dalam negeri
dengan tarif sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan PPN.
Berdasarkan ketentuan yang mengatur
mengenai pemungutan PPh Pasal 22, terhitung sejak tanggal 24 Februari 2013
penunjukan pemungut PPh Pasal 22 dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keputusan dari Kepala KPP tempat
Wajib Pajak pemungut terdaftar. Dengan demikian atas penjualan semen dari PT
Semen Lekat Kuat kepada PT Semen Edar Indonesia wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib
dipungut oleh PT Semen Lekat Kuat adalah:
0,25% x Rp2.400.000.000,00 =
Rp6.000.000,00
Kewajiban PT Semen Lekat Kuat sebagai pemungut PPh Pasal 22
adalah:
- melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan semen sebesar Rp6.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Semen Edar Indonesia;
- melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 11 November 2013;
- melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Oktober 2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
Contoh Pemungutan Atas Pembelian Barang oleh BUMN tertentu
SOAL: PT
Garuda Indonesia (Persero), Tbk. melakukan pembelian perangkat komputer kepada
PT Computa Technologies pada tanggal 13 November 2013 dengan nilai
Rp660.000.000,00 termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi tersebut?
JAWAB:
BUMN yang bergerak dalam
bidang-bidang tertentu ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian
barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya dengan tarif sebesar 1,5% dari
pembelian tidak termasuk PPN. Pembelian yang dipungut PPh Pasal 22 adalah
pembelian dengan nilai di atas Rp10.000.000,00.
PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
merupakan salah satu BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas
pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya.
Dengan demikian atas pembelian
perangkat komputer dari PT Computa Technologies wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib
dipungut oleh PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. adalah:
1,5% x (100/110 x Rp660.000.000,00)
= Rp9.000.000,00
Kewajiban PT Garuda Indonesia
(Persero), Tbk. sebagai pemungut PPh Pasal 22 adalah:
- melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian perangkat komputer sebesar Rp9.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Computa Technologies;
- melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 10 Desember 2013;
- melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak November 2013 paling lambat tanggal 20 Desember 2013.
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Apartemen Sangat Mewah
Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan
Apartemen Sangat Mewah
SOAL: PT
Ageng Padajaya adalah perusahaan pengembang properti. Pada tanggal 23 Mei 2013
PT Ageng Padajaya menjual satu unit apartemen senilai Rp10.500.000.000,00
(tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
kepada Tuan Nafis.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
JAWAB:
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah antara lain apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual
atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih
dari 400m2 (empat ratus meter persegi), wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 5%
dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
PT Ageng Padajaya memungut PPh Pasal
22 atas penjualan apartemen tersebut sebesar:
5% x Rp10.500.000.000,00 =
Rp525.000.000,00.
Kewajiban PT Ageng Padajaya dalam melakukan pemungutan PPh
Pasal 22 adalah:
- memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp525.000.000,00 pada saat penjualan yaitu tanggal 23 Mei 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
- menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan apartemen sangat mewah selama bulan Mei 2013 paling lambat 10 Juni 2013;
- melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)