Breaking News

Selasa, 05 September 2017

PPH Pasal 23


PPh Pasal 23 merupakan cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak antara lain atas penghasilan berupa dividen, royalti, jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa-jasa lainnya.

Objek PPh Pasal 23 adalah penghasilan dari dividen, bunga, royalti, hadiah, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jenis jasa lainnya.

Pemotongan PPh Pasal 23 dikenakan dari jumlah bruto, dengan tarif sebagai berikut:
No
Jenis Penghasilan
Tarif
1
Dividen
15 %
2
Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
3
Royalti
4
Hadiah, penghargaan, bonus selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21
5
Sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan
Harta
2%
6
Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan
2%
8
Jasa penilai (appraisal)
2%
9
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan
Keuangan
10
Jasa perancang (design)
11
Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT)
12
Jasa penunjang di bidang penambangan migas
13
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
14
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
15
Jasa penebangan hutan
16
Jasa pengolahan limbah
17
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
18
Jasa perantara dan/atau keagenan
19
Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga,
kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan
KPEI
20
Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan,kecuali
yang dilakukan oleh KSEI
21
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
22
Jasa mixing film
23
Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaika
24
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
25
Jasa Perawatan/perbaikan/ pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/ kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
26
Jasa maklon
27
Jasa penyelidikan dan keamanan
28
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
29
Jasa pengepakan
30
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
31
Jasa pembasmian hama
32
Jasa kebersihan atau cleaning service
33
Jasa katering atau tata boga
Dasar pengenaan pajak PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto. Yang dimaksud dengan jumlah bruto imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya (nomor 6 s.d. 33) adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
  • pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  • pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
  • pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
  • pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
Ketentuan jumlah bruto diatas tidak berlaku:
  • atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering; atau
  • dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jenis jasa yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Pembayaran imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya yang dikecualikan dari jumlah bruto harus dapat dibuktikan dengan:
  • kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sehubungan dengan penghasilan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  • pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material sehubungan dengan penghasilan pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
  • faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sehubungan dengan penghasilan pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
  • faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
Catatan:
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Wajib Pajak badan wajib melakukan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan atas dividen serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan diadministrasikan.
Jenis Penghasilan yang dikecualikan pemotongan PPh Pasal 23:
  • penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
  • sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  • penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan (PMK. 251/PMK.03/2008);
  • dividen yang diterima perseroran terbatas sebagai WPDN, koperasi, BUMN, atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
  • Dividen berasal dari cadangan laba ditahan, dan
  • Bagi perseroan terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor;
  • dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
  • sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
  • bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 
Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23: 
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 33/PJ/2009;
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/ 2009; 
  5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/ 2010; 
  6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012.
Read more ...

Senin, 28 Agustus 2017

PPH Pasal 22





 
PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat mewah.

Berikut tabel daftar pemungut dan objek PPh Pasal 22 : 
Tabel Daftar Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan tanpa penerbitan surat keputusan kepala Kantor Pelayanan Pajak.

Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang diberikan dengan Surat Keterangan Bebas, yaitu:

  • impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh;
  • emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.


Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu:

  • impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan/atau Pajak Pertamahan Nilai;
  • impor sementara jika saat impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.


Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013 yang dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) yaitu:

  • pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  • pembelian barang oleh BUMN tertentu yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;NJELASAN UMUM
  • pembelian oleh Bendahara Pemerintah dan BUMN tertentu untuk BBM, listrik, bahan bakar gas, air minum/PDAM, bendabenda pos;
  • pembelian barang dengan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS);
  • pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari:


  1. kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama; atau
  2. kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;


  • pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi:
  • impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  • penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.


Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22: 
Skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22
Catatan:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka besarnya pemungutan PPh Pasal 22 lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.

Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008;
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013;
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2013;
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2013.

 

Contoh Pemotongan Pajak Penghasilan Oleh Pedagang Pengumpul

SOAL: Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang Pengumpul PT Rubber Jaya yang bergerak dalam bidang ekportir karet, melakukan transaksi sebagai berikut:
tanggal 8 Februari 2013 membeli bahan olah karet dari PT Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olah karet hasil perkebunan sendiri senilai Rp600.000.000,00; dan
tanggal 18 Februari 2013 membeli bahan olah karet dari Tuan Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet dari petani karet di sekitar daerahnya, senilai Rp100.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan dan menjual hasil-hasil tersebut kepada badan usaha industri dan/atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
PT Rubber Jaya melakukan pemungutan PPh Pasal 22 hanya atas transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan Nusantara tidak termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.
PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Rubber Jaya adalah:
0,25% x Rp100.000.000,00 = Rp250.000,00
Kewajiban PT Rubber Jaya :
  1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp250.000,00 pada saat pembelian yaitu tanggal 18 Februari 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
  2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2013 paling lambat tanggal 11 Maret 2013;
  3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Februari 2013 paling lambat tanggal 20 Maret 2013. 

 

Contoh Pemungutan PPh Impor

SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional pada bulan Juni 2013 melakukan impor peralatan simulasi penerbangan pesawat terbarunya untuk keperluan para pilotnya. Nilai impor (termasuk Bea Masuk dan pungutan pabean lainnya) peralatan simulasi tersebut sebesar Rp1.200.000.000,00. PT Aviasi Tetuko telah memiliki Angka Pengenal Impor (API).
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Setiap impor dikenai pemungutan PPh Pasal 22, namun terdapat 19 kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 karena dibebaskan atas pengenaan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 untuk 19 kelompok barang tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas dari Direktorat Jenderal Pajak.
Peralatan simulasi penerbangan yang diimpor oleh PT Aviasi Tetuko tidak termasuk dalam 19 kelompok barang yang atas impornya dibebaskan dari pungutan PPh Pasal 22 impor sehingga PT Aviasi Tetuko dikenai pemungutan PPh Pasal 22 impor.
PPh Pasal 22 impor disetor sendiri oleh PT Aviasi Tetuko sebesar 2,5% dari nilai impor yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah Bea Masuk dan pungutan pabean lainnya.
               
Dengan demikian, PPh Pasal 22 yang wajib disetor oleh PT Aviasi Tetuko adalah:
2,5% x Rp1.200.000.000,00 = Rp30.000.000,00.
Kewajiban PT Aviasi Tetuko:
  1. menyetor PPh Pasal 22 sebesar Rp30.000.000,00 bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk;
  2. SSP/SSPCP penyetoran PPh Pasal 22 impor tersebut berfungsi sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor bagi PT Aviasi Tetuko.
 

Contoh Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor

SOAL: PT Aviasi Tetuko merupakan Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. PT Aviasi Tetuko melakukan impor pesawat terbang terbaru yang akan digunakan sendiri untuk melayani pengangkutan penumpang rute domestik.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?

JAWAB:
Pesawat udara yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.  Dengan demikian atas impor pesawat yang akan digunakan oleh PT Aviasi Tetuko tidak dipungut PPh Pasal 22.

Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 tersebut tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dari Direktorat Jenderal Pajak, teknis pelaksanaan ketentuan pengecualian dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 


Catatan:
Walaupun PT Aviasi Tetuko perusahaan angkutan udara niaga nasional dan "mengimpor" pesawat terbang tetapi jika pesawat terbang yang diimpor tersebut melalui mekanisme operating lease maka tetap wajib bayar PPh. Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/PMK.03/2013 menyebut bahwa pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah impor barang yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai. Barang yang diimpor merupakan milik pengimpor. 


Contoh PPh Pasal 22 Atas Barang Bawaan Penumpang

SOAL: Bulan Juli 2013, Tuan Bram Kembara kembali ke Indonesia setelah selama satu bulan berada di Korea dalam rangka tugas dari perusahaan. Saat pulang ke Indonesia, Tuan Bram membawa sebuah jam tangan senilai US$ 200 yang dibeli di Korea.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan, termasuk dalam kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
Ketentuan ini dikaitkan dengan ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang tersebut. Ketentuan pengecualian ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Berdasarkan ketentuan kepabeanan, sejak 1 Januari 2011 batas nilai barang bawaan penumpang yang tidak dikenakan bea masuk adalah US $250. Karena barang bawaan Tuan Bram Kembara dari Korea masih berada di bawah batas nilai pembebasan bea masuk, maka atas impor tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22 impor.


Catatan:
Pemungutan PPh Pasal 22 mengikuti Bea Masuk. Dalam hal Bea Masuk tidak kenakan maka PPh Pasal 22 pun tidak dipungut.
 

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas

SOAL: PT Petro Industri, bergerak dalam bidang perdagangan umum berupa penjualan bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas, sejak tahun 2009 resmi menjadi penyalur BBM non SPBU Pertamina. 

Selama bulan Juli 2013 melakukan transaksi sebagai berikut: 
  • tanggal 4 Juli 2013 membeli BBM Pertamina senilai Rp300.000.000,00. (Surat Perintah Pengeluaran Barang atau delivery order tanggal 4 Juli 2013);
  • tanggal 5 Juli 2013 mengimpor BBM senilai Rp200.000.000,00;
  • tanggal 11 Juli 2013 menjual BBM yang dibeli dari Pertamina kepada PT Fosil Fuel senilai Rp60.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013);
  • tanggal 12 Juli 2013 menjual BBM yang berasal dari impor sendiri kepada PT Daya Motor, perusahaan otomotif, senilai Rp25.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013).

Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
JAWAB:
Produsen atau importir BBM, bahan bakar gas, dan pelumas sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, bahan bakar gas, dan pelumas. Apabila penjualan dilakukan kepada agen/penyalur maka pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat final sedangkan apabila penjualan dilakukan kepada selain agen/penyalur maka pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final.
PT Petro Industri tidak memungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Fosil Fuel karena dalam transaksi ini PT Petro Industri bukan bertindak sebagai produsen atau importir BBM yang dijual.
Sebaliknya, PT Petro Industri pada saat membeli BBM dari Pertamina dipungut PPh Pasal 22 oleh Pertamina sebesar Rp900.000,00 (0,3% x Rp300.000.000,00). PPh Pasal 22 tersebut bersifat final karena PT Petro Industri adalah penyalur.
PPh Pasal 22 dipungut oleh Pertamina menggunakan bukti pemungutan pada tanggal 4 Juli 2013 yaitu pada saat penerbitan delivery order (DO).
PT Petro Industri sebagai importir BBM memungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM kepada PT Daya Motor sebesar:
0,3% x Rp25.000.000,00 = Rp75.000,00
Kewajiban oleh PT Petro Industri dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan BBM adalah:
  1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp75.000,00 pada saat penerbitan delivery order  yaitu tanggal 12 Juli 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
  2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan BBM selama bulan Juli 2013 paling lambat 12 Agustus 2013;
  3. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20 Agustus 2013. 

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Semen

SOAL: PT Semen Lekat Kuat merupakan industri semen dengan merek dagang “Semen Kuat” yang mulai beroperasi melakukan penjualan sejak tanggal 16 Oktober 2013. PT Semen Edar Indonesia merupakan distributor penjualan semen produksi PT Semen Lekat Kuat untuk wilayah Kalimantan. Pada tanggal 21 Oktober 2013 PT Semen Lekat Kuat menjual semen kepada PT Semen Edar Indonesia sebesar Rp2.400.000.000,00 tidak termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas penjualan semen oleh PT Semen Lekat Kuat tersebut?
JAWAB:
Industri semen ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan semen kepada distributor di dalam negeri dengan tarif sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan PPN.
Berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pemungutan PPh Pasal 22, terhitung sejak tanggal 24 Februari 2013 penunjukan pemungut PPh Pasal 22 dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keputusan dari Kepala KPP tempat Wajib Pajak pemungut terdaftar. Dengan demikian atas penjualan semen dari PT Semen Lekat Kuat kepada PT Semen Edar Indonesia wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh PT Semen Lekat Kuat adalah:
0,25% x Rp2.400.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Kewajiban PT Semen Lekat Kuat sebagai pemungut PPh Pasal 22 adalah:
  1. melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan semen sebesar Rp6.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Semen Edar Indonesia;
  2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 11 November 2013;
  3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Oktober 2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
 

Contoh Pemungutan Atas Pembelian Barang oleh BUMN tertentu

SOAL: PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. melakukan pembelian perangkat komputer kepada PT Computa Technologies pada tanggal 13 November 2013 dengan nilai Rp660.000.000,00  termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi tersebut?

JAWAB:
BUMN yang bergerak dalam bidang-bidang tertentu ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya dengan tarif sebesar 1,5% dari pembelian tidak termasuk PPN. Pembelian yang dipungut PPh Pasal 22 adalah pembelian dengan nilai di atas Rp10.000.000,00.
PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. merupakan salah satu BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya.
Dengan demikian atas pembelian perangkat komputer dari PT Computa Technologies wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. adalah:
1,5% x (100/110 x Rp660.000.000,00) 
= Rp9.000.000,00
Kewajiban PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. sebagai pemungut PPh Pasal 22 adalah:
  1. melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian perangkat komputer sebesar Rp9.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Computa Technologies;
  2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat tanggal 10 Desember 2013;
  3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak November 2013 paling lambat tanggal 20 Desember 2013.

 

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Apartemen Sangat Mewah

Contoh Pemungutan PPh Atas Penjualan Apartemen Sangat Mewah
SOAL: PT Ageng Padajaya adalah perusahaan pengembang properti. Pada tanggal 23 Mei 2013 PT Ageng Padajaya menjual satu unit apartemen senilai Rp10.500.000.000,00 (tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah) kepada Tuan Nafis.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
               
JAWAB:
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah antara lain apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi), wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

PT Ageng Padajaya memungut PPh Pasal 22 atas penjualan apartemen tersebut sebesar:
5% x Rp10.500.000.000,00 = Rp525.000.000,00.
Kewajiban PT Ageng Padajaya dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
  1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp525.000.000,00 pada saat penjualan yaitu tanggal 23 Mei 2013 dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
  2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan apartemen sangat mewah selama bulan Mei 2013 paling lambat 10 Juni 2013;
  3. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak  Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
 

 

 

 

 

 

 
 

 

 
Read more ...
Designed By Published.. Blogger Templates